Keysa selalu merasa hidupnya seperti bayangan abangnya, Junna. “Sepatu, baju, bahkan HP—semuanya bekas punya Abang. Aku juga ingin punya yang baru,” keluhnya, dipenuhi rasa iri.

Namun, siapa sangka, Junna pun merasakan hal yang sama. Meski dia selalu mendapat yang terbaik, beban tanggung jawab sebagai anak pertama tak pernah ringan. Ayahnya selalu berkata, “Abang, jagain adik, ya. Ngalah sama Adek. Abang langsung kerja aja, uangnya buat biayain Adek kuliah.”

Di dalam daftar hidup Junna, namanya hanya ada sebagai pelindung Keysa.

Menjadi anak kedua memang sering terasa tak adil, tetapi menjadi anak pertama adalah beban seberat dunia. Jadi, di mana posisi kita?

Mungkin jawabannya bukan soal urutan lahir, tetapi tentang menjadi anak yang baik—baik bagi orang lain, dan yang paling penting, baik bagi diri sendiri. Namun, bisakah kita benar-benar adil pada diri sendiri?